
Profil Ulama | Syekh Ahmad Jauhari Umar Penyusun Manaqib Jawahirul Ma’ani

Manaqib Jawahirul Ma’ani
Kitab Manaqib Jawahirul Ma’ani merupakan sebuah karya berharga yang mendokumentasikan riwayat hidup Sulthonul Auliya’, Syeikh Abdul Qodir Al Jilani (juga dikenal sebagai Al Jaelani).
Kitab ini menguraikan perjalanan hidup beliau mulai dari kelahiran, penuntutan ilmu, karomah-karomahnya, hingga masa wafatnya.
Manaqib ini tersebut disusun oleh KH. Ahmad Jauhari (rahimahullah), seorang ulama terkemuka dan pemimpin Pondok Pesantren Darus Salam di Pasuruan, Jawa Timur.
KH. Ahmad Jauhari Umar tidak hanya menyusun Manaqib Jawahirul Ma’ani, tetapi juga mengajarkan dan mengijazahkan kitab ini kepada murid-muridnya.
Berkat usaha beliau, kitab ini menyebar luas ke seluruh nusantara, bahkan hingga ke negara-negara tetangga.
Di halaman belakang kitab ini, dijelaskan manfaat serta cara pengamalan Manaqib Jawahirul Ma’ani.
Misalnya, untuk memperoleh ilmu ladunni dan luas rezeki, disarankan membaca wirid “Ya Badii’” sebanyak 946 kali setiap hari, diikuti dengan pembacaan Manaqib Jawahirul Ma’ani.
Pendidikan
Syaikh Ahmad Jauhari Umar lahir pada hari Jum’at Legi, 17 Agustus 1945, pukul 02.00 malam, bersamaan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia yang diproklamirkan oleh Presiden Soekarno dan Dr. Muhammad Hatta.
Tempat kelahiran beliau adalah Dukuh Nepen, Desa Krecek, Kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur.
Sebelum berangkat ibadah haji, beliau dikenal dengan nama Muhammad Bahri, sebagai putra bungsu dari Muhammad Ishaq.
Meskipun lahir dalam keadaan miskin, keturunannya tergolong mulia.
Dari pihak ayah, beliau merupakan keturunan Sultan Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati, sedangkan dari pihak ibu, beliau merupakan keturunan KH Hasan Besari dari Tegal Sari, Ponorogo, Jawa Timur, yang juga merupakan keturunan Sunan Kalijaga.
Pada masa kecil, Syaikh Ahmad Jauhari Umar dididik dengan disiplin ketat oleh ayahnya.
Beliau menghafal kitab Taqrib dan mempelajari tafsir Al-Qur’an secara mendalam, termasuk ma’na dan nasakh-mansukh.
Syaikh Ahmad Jauhari Umar juga dilarang bergaul dengan anak-anak tetangga untuk menghindari kebiasaan buruk, serta dilarang merokok, menonton hiburan, dan mengonsumsi kopi di warung.
Pada usia 11 tahun, beliau telah mengkhatamkan Al-Qur’an, hasil dari didikan ketat dan disiplin ayahnya.
Orang tua Syaikh Ahmad Jauhari Umar dikenal sangat menghormati para ulama dan selalu memberi sedekah kepada mereka saat berkunjung.
Ini juga diterapkan oleh Syaikh Ahmad Jauhari Umar, yang memberikan sedekah kepada berbagai ulama dari Kyai Syufa’at Blok Agung Banyuwangi hingga KH. Dimyathi Pandeglang Banten.
Sempat Menganut Paham Wahabi
Sebelumnya, Syaikh Ahmad Jauhari Umar menganut faham Wahabi dan pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Majlis Tarjih Wahabi Kaliwungu.
Namun, ada beberapa pengalaman yang menggugah hati beliau untuk berpindah ke paham Ahlussunah wal Jama’ah:
Mimpi Bertemu Kakek
Dalam mimpinya, Syaikh Ahmad Jauhari Umar bertemu kakeknya, KH. Abdullah Sakin, yang wafat pada tahun 1918.
Dalam mimpi tersebut, KH. Abdullah Sakin mewasiatkan bahwa paham yang benar adalah Ahlussunah wal Jama’ah.
Pertemuan dengan KH Yasin bin Ma’ruf
Pertemuan dengan KH Yasin bin Ma’ruf di warung Pondol, Pesantren Lirboyo, Kediri, di mana Kiai Yasin meramalkan bahwa Syaikh Ahmad Jauhari akan menjadi ulama terkenal dengan banyak tamu, yang terbukti benar.
Wasiat Sayyid Ma’sum
Sayyid Ma’sum dari Badung, Madura, meramalkan bahwa Syaikh Ahmad Jauhari akan memiliki banyak santri dari jauh, dan ramalan ini juga terbukti.
Doa KH Hamid Abdillah
KH Hamid Abdillah dari Pasuruan mengatakan bahwa Syaikh Ahmad Jauhari Umar akan melaksanakan ibadah haji dan menjadi ulama yang kaya.
Beliau terbukti melaksanakan haji sebanyak lima kali, termasuk putranya.
Keempat pengalaman tersebut menjadi alasan utama bagi Syaikh Ahmad Jauhari Umar untuk berpindah paham ke Ahlussunah wal Jama’ah, karena beliau merasa takjub dengan kemampuan para ulama Ahlussunah dalam mengetahui hal-hal diluar nalar, sebuah karakter yang tidak dijumpainya di kalangan ulama Wahabi.








