Profil Ulama | Biografi KH. Anas Mahfudz Ulama Kharismatik Dari Lumajang
- 1. Peran KH Anas Mahfudz dalam Perjuangan
- 2. Peran Pasca-Proklamasi
- 3. Latar Belakang dan Pendidikan KH Anas Mahfudz
- 4. Pendidikan dan Pembelajaran
- 5. Pendidikan di Makkah
- Peran KH Anas Mahfudz dalam Kaderisasi Ulama
- Inovasi dalam Pendidikan
- Keberhasilan dan Dampak Kaderisasi
- Kiprah dalam Organisasi NU
- Aktivitas Politik
- Mendirikan Kampus Islam di Lumajang
Syiar Islam telah mengakar kuat di Lumajang, Jawa Timur, sejak berabad-abad lalu.
Terletak di antara tiga gunung berapi—Semeru, Bromo, dan Lamongan—kabupaten ini tidak hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga sebagai tempat lahirnya banyak alim ulama yang teladan.
Salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam di Lumajang adalah KH Anas Mahfudz.
Meskipun memiliki tubuh yang kurus, sorot mata KH Anas memancarkan karisma dan kepribadian yang kuat.
Di mata masyarakat, beliau dikenal sebagai mubaligh yang tawadhu, penuh kasih, dan merupakan pejuang yang gigih.
1. Peran KH Anas Mahfudz dalam Perjuangan
KH Anas Mahfudz memainkan peran penting dalam kaderisasi ulama dan pejuang Islam di Lumajang.
Selama era penjajahan Belanda dan Jepang, beliau aktif mengobarkan semangat juang di kalangan kaum Muslimin, terutama di kalangan santri.
Peran signifikan beliau juga terlihat dalam pendirian Laskar Hizbullah-Sabilillah, yang berperan penting dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
2. Peran Pasca-Proklamasi
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, peran gerilya laskar pejuang dan rakyat sangat penting dalam membela kedaulatan negeri.
KH Anas Mahfudz, sebagai figur sentral dalam Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU), turut berperan dalam pembentukan Markas Oelama Djawa Timur (MODT), dan dipercaya sebagai ketuanya.
Kawan seperjuangannya termasuk Kiai Faqih Gambiran, Kiai Wiryasari, Kiai Madani, dan Kiai Masrap Kunir, sebagaimana diungkapkan dalam artikel Gus Lancip yang dimuat dalam Buletin an-Nahdlah LTN-NU Lumajang.
3. Latar Belakang dan Pendidikan KH Anas Mahfudz
KH Anas Mahfudz, yang memiliki nama lengkap Anas Mahfudz bin Zen bin Idris, lahir di Lumajang pada 1328 Hijriah atau 27 November 1907.
Silsilah nasabnya terhubung dengan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati, salah seorang wali songo yang merintis syiar Islam di Jawa.
Anas adalah anak sulung dari 12 bersaudara. Ayahnya, KH Zen bin Idris, datang dari Pasuruan ke Lumajang dan memulai hidup sebagai buruh tani.
Melalui kerja kerasnya, Kiai Zen berhasil memiliki sawah sendiri dan menjadi salah seorang juragan di Lumajang.
Masyarakat setempat menghormatinya bukan hanya karena kekayaannya, tetapi juga karena keilmuannya dalam agama Islam.
4. Pendidikan dan Pembelajaran
Sejak kecil, Anas Mahfudz menempuh pendidikan dari berbagai pesantren. Ia belajar terlebih dahulu dari orang tuanya dan kemudian melanjutkan ilmu kepada pamannya, KH Ghozali bin Abror Gambiran.
Pada usia 14 tahun, Anas merantau untuk menuntut ilmu lebih lanjut di Pondok Pesantren Jamsaren Solo, yang pada waktu itu menerapkan kurikulum modern.
Selanjutnya, ia melanjutkan studi di Pondok Pesantren Tebuireng yang diasuh oleh pendiri NU, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari.
Di sana, Anas dikenal sebagai santri yang cerdas dan tekun. KH Hasyim Asy’ari bahkan mengakui kehebatan Anas dan sering kali menugaskannya untuk menggantikan beliau dalam mengajarkan ilmu kepada santri.
5. Pendidikan di Makkah
KH Anas Mahfudz melanjutkan pencarian ilmunya ke Makkah, di mana ia tinggal cukup lama.
Namun, situasi politik di Jazirah Arab pada waktu itu tidak mendukung kondisi belajar yang kondusif.
Pengaruh Wahabisme yang mulai menyeruak menyebabkan banyak penangkapan dan pengusiran ulama-ulama Sunni yang tidak sejalan dengan semangat penguasa.
Kaum Wahabi, yang didukung oleh kekuatan militer Ibnu Su’ud dan Inggris, berhasil menguasai Hijaz pada tahun 1924, dan beberapa tahun kemudian membentuk Kerajaan Arab Saudi.
Peran KH Anas Mahfudz dalam Kaderisasi Ulama
KH Anas Mahfudz adalah sosok penting dalam kaderisasi ulama dan pengembangan pendidikan Islam di Lumajang.
Selama periode 1923 hingga 1928, ia memperdalam ilmu agama di Pesantren Tebuireng Jombang. Setelah menuntaskan pendidikannya di sana, KH Anas merintis pendirian Madrasah Nurul Islam di Lumajang.
Proses pembangunan madrasah ini berlangsung dari tahun 1929 hingga 1940, mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat setempat.
Masyarakat lokal mengusulkan pendirian sebuah pondok pesantren baru di bawah asuhan Kiai Anas.
Namun, Kiai Anas memilih untuk fokus pada pengembangan madrasah.
Menurut pandangannya, sistem pendidikan klasikal yang diterapkan di madrasah lebih efektif dalam mencetak kader ulama dan tenaga pengajar, dan ia berharap metode ini dapat menjangkau hingga pelosok daerah.
Inovasi dalam Pendidikan
Kiai Anas Mahfudz memiliki visi yang progresif dalam dunia pendidikan Islam. Ia tidak menolak perubahan, tetapi malah mendorong inovasi dalam cara mengajar dan mendidik.
Dalam menyampaikan gagasan, Kiai Anas menggunakan pendekatan yang non-konfrontatif, selalu memberikan dorongan kepada kiai-kiai lain untuk melestarikan metode pendidikan pesantren yang ada sambil terus berinovasi.
Keberhasilan dan Dampak Kaderisasi
Pilihan Kiai Anas untuk menggunakan sistem pendidikan madrasah terbukti efektif.
Seiring berjalannya waktu, semakin banyak alumni Madrasah Nurul Islam yang berhasil menjadi ulama terkemuka dan penggerak syiar Islam, baik di Lumajang maupun di seluruh Nusantara.
Di antara mereka adalah :
- KH Barizi,
- KH Khudlori,
- KH Anshori,
- KH Baichuni, dan
- KH Usman,
- KH Sami’an,
- KH Nawawi,
- KH Amak Fadloli,
- KH Halimi, dan
- KH Basuni.
KH Anas Mahfudz juga terus memotivasi murid-muridnya untuk mendirikan dan mengasuh lembaga pendidikan Islam.
Banyak dari mereka yang berhasil mendirikan cabang-cabang Madrasah Nurul Islam di berbagai daerah, seperti di Srebet yang didirikan oleh KH Mahfuzh dan di Bades Pasirian oleh KH Thohir Arifin.
Kiprah dalam Organisasi NU
Selain berperan dalam pendidikan, KH Anas Mahfudz juga dikenal sebagai organisatoris ulung di lingkungan Nahdliyin.
Pada Muktamar NU ke-24 di Banyuwangi, Jawa Timur, ia bersama para kiai setempat merintis pembentukan NU Cabang Lumajang.
Pada tahun 1934, rencana tersebut terwujud dan mengukuhkan konsolidasi Jam’iyah NU di wilayah Lumajang.
Peresmian NU Cabang Lumajang dibuka oleh Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari dan Katib Syuriah KH Wahab Hasbullah.
Meskipun terlibat dalam perintisan, Kiai Anas memilih untuk mengemban amanah sebagai sekretaris.
Pada periode pertama NU Lumajang, posisi Rais Syuriah dipegang oleh KH Ghozali Gambiran dan ketua tanfizh oleh KH Zen bin Idris.
kemudian pada periode kedua, Kiai Anas Mahfudz naik menjadi ketua tanfizh.
Pada periode ketiga, ia diamanahi posisi sebagai Rais Syuriah NU Lumajang, yang diembannya selama 34 tahun, dari tahun 1950 hingga akhir 1984.
Aktivitas Politik
Pada era Presiden Sukarno, banyak tokoh umat Islam yang terjun ke arena politik, dan Masyumi menjadi satu-satunya partai politik utama bagi kaum Muslimin di Indonesia pada masa itu.
Namun, setelah NU menarik diri, Masyumi menjadi wadah politik utama bagi kelompok-kelompok Islam.
Pada masa itu, kelompok politik berideologi Islam menghadapi lawan yang sama, yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI).
KH Anas Mahfudz terpilih sebagai anggota Konstituante setelah Pemilihan Umum (Pemilu) 1955.
Sayangnya, tugasnya dalam menyusun undang-undang dasar tidak sempat tuntas karena lembaga tersebut dibubarkan oleh Presiden Sukarno pada tahun 1959.
Setelah pembubaran Konstituante, Kiai Anas, seperti beberapa rekan sejawatnya, tidak lagi aktif di ranah politik.
Fokusnya beralih sepenuhnya pada berbagai kegiatan keagamaan yang diadakan oleh NU, baik di masjid maupun di rumah-rumah kader NU.
Kiai Mahfudz juga rutin menyelenggarakan pengajian khusus di rumahnya pada malam-malam tertentu, di mana para peserta terdiri dari kiai-kiai pesantren.
Rutinitas ini terhenti setelah terjadinya peristiwa G-30-S/PKI pada tahun 1965.
Selain aktivitas keagamaan, Kiai Anas Mahfudz turut berjuang untuk mendirikan Pengadilan Agama di Lumajang.
Tujuannya adalah untuk menangani sengketa terkait Nikah, Talak, Cerai, dan Rujuk (NTCR) di kalangan umat Islam.
Berkat perjuangannya, Kiai Mahfudz menjabat sebagai Ketua Pengadilan Agama Lumajang dari tahun 1950 hingga 1959.
Kontribusi Kiai Mahfudz terhadap agama dan negara sangat besar. Ia meninggal dunia pada tahun 1989 dalam usia 82 tahun.
Pada saat itu, ratusan ribu pelayat dari dalam maupun luar Lumajang memadati Alun-alun Lumajang untuk memberikan penghormatan terakhir dan doa.
Jenazahnya dikebumikan di pemakaman umum Jogoyudan, Lumajang, Jawa Timur.
Sebagai ulama yang berpengaruh di Lumajang, nama KH Anas Mahfudz diabadikan sebagai nama Masjid Agung KH Anas Mahfudz di kabupaten kelahirannya.
Beliau merupakan perintis pendirian Masjid Agung tersebut dan juga perawat masjid setelah didirikan oleh Laskar Diponegoro.
Mendirikan Kampus Islam di Lumajang
KH Anas Mahfudz adalah sosok ulama Nusantara yang karismatik, moderat, dan sangat mengayomi umat Islam.
Sepanjang hidupnya, yang banyak dihabiskan pada masa penjajahan, ia dikenal sebagai pejuang di jalan Allah dan berkontribusi signifikan dalam memajukan pendidikan Islam, khususnya di Lumajang, Jawa Timur.
Salah satu prestasi monumental KH Anas Mahfudz adalah pendirian Madrasah Nurul Islam.
Namun, dedikasinya tidak berhenti di situ. Pada tahun 1968, ia berhasil mendirikan sebuah perguruan tinggi Islam yang menjadi kebanggaan masyarakat Lumajang pada masa itu.
Kampus ini didirikan di bawah naungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surabaya.
Dalam mendirikan IAIN Surabaya Cabang Lumajang, KH Anas Mahfudz didukung oleh seorang besannya, KH Amak Fadholi.
Berawal dari audiensi KH Amak Fadholi dengan Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Ismail Ya’kub, langkah-langkah strategis diambil untuk merealisasikan pendirian cabang kampus ini di Lumajang.
Setelah berkonsultasi dan mempersiapkan berbagai keperluan administratif dan teknis, dibentuklah kepanitiaan yang kemudian bertransformasi menjadi pengurus IAIN Surabaya Cabang Lumajang.
Dengan segala persiapan yang matang, pendaftaran calon mahasiswa baru dibuka dan informasi mengenai cabang kampus ini cepat menyebar di seluruh kabupaten Lumajang.
Perkuliahan pun dimulai dengan Fakultas Tarbiyah sebagai program pertama, yang sementara waktu menggunakan ruang di Gedung Muallimat NU, Jalan Kyai Ilyas, Lumajang.
Seiring waktu, Fakultas Tarbiyah diubah menjadi Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Cabang Lumajang.
Keputusan ini diambil karena dianggap bahwa Fakultas Tarbiyah sudah cukup banyak di Jawa Timur. KH Anas Mahfudz kemudian diangkat sebagai Dekan Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Cabang Lumajang pada tahun 1970.
Dibubarkan
Namun, pada tahun 1975, Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Cabang Lumajang dibubarkan.
Pembubaran ini merupakan bagian dari kebijakan baru Kementerian Agama di bawah arahan Prof. Mukti Ali, yang juga membatalkan cabang-cabang IAIN Sunan Ampel Surabaya di beberapa daerah lainnya.
Meskipun cabang IAIN ini akhirnya ditutup, KH Anas Mahfudz tetap dikenal sebagai salah satu ulama terbesar di Lumajang.
Kontribusinya dalam memajukan pendidikan Islam di daerah tersebut antara tahun 1928 hingga 1984 sangat berarti.
Jejak KH Anas Mahfudz dalam memajukan kehidupan kaum Muslimin di Lumajang akan selalu dikenang.
Semangatnya dalam berorganisasi di NU dan visinya untuk mencetak kader-kader dai yang intelek serta bermental tangguh terus menjadi teladan bagi generasi sekarang dan yang akan datang.